Setelah beberapa tahun bekerja, karir dan pendapatan kita pun meningkat. Sebagian besar barang yang kita inginkan seperti gawai, televisi besar, rumah untuk tinggal, mobil sudah terbeli. Secara tidak disadari, dana tunai di rekening tabungan kita pun sudah semakin membesar.
Beberapa teman kita, sudah mengalihkan dana dari depositonya ke produk investasi. Ada yang berinvestasi saham.
Teman lain memilih berinvestasi pada reksa dana yang menurutnya lebih simpel. Teman lain lagi, rajin membeli emas batangan dan mata uang dollar AS.
Ketika mereka bertemu, mungkin kita minder karena obrolan mereka tentang investasi seru sekali. Sementara kita baru mengenal dan masih menyimpan uang di deposito saja.
Secara kultur, masyarakat Indonesia merupakan masyarakat penabung (saving society). Tidak heran sejak kecil kita lebih mengenal konsep menabung ketimbang berinvestasi.
Menaruh uang di tabungan dan deposito tidak salah. Tabungan sangat cocok untuk menyimpan dana kebutuhan sehari-hari atau juga dana darurat karena mudah diakses. Deposito, bagus untuk menyimpan dana selama kurang dari satu tahun.
Deposito, bagus untuk menyimpan dana selama kurang dari satu tahun. Tetapi untuk urusan keuangan jangka panjang, lebih tepat jika kita berinvestasi.
Dengan laju inflasi rata-rata sebesar 8 persen per tahun, setiap Rp 1 juta uang tunai akan kehilangan daya beli sebesar Rp 7.000 per bulan. Sementara bunga yang kita dapat dari bank sangat kecil, di bawah inflasi. Belum lagi biaya administrasi bulanan tabungan juga biaya materai pada deposito.
Semakin lama, uang semakin kehilangan daya beli. Sebaliknya, jika sebagian uang kita investasikan di reksa dana, hasilnya dapat mengalahkan inflasi. Jadi daya beli kita tidak tergerus.
Sayangkan, uang yang kita kumpulkan susah payah ternyata tidak dapat digunakan untuk membeli barang karena nilainya terus melorot akibat salah memilih penempatannya.